Manusia dan Potensinya

Sumber Foto: Republika
Artikel. Pada dasarnya manusia memiliki potensi dalam dirinya. Potensi itu adalah ketika ia mampu menjalankan salah satu dari ilham Allah yang diberikan kepada manusia. Firman Allah SWT (Q.s. 91:08)
“Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaan.”
Maka jelaslah bahwa manusia telah memiliki potensi yang harus ia pilih di dalam realitas kehidupannya. Tentu pilihan itu adalah potensi yang bisa di nikmatinya. Hal ini terlihat dari berbagai keaktoran manusia dalam skenario kehidupan yang telah memilih dari salah satu di antara ilham tersebut. 
Adakalanya manusia memilih keburukan (kefasikan) dalam kehidupan sebagai bagian untuk bertahan hidup. Misal para koruptor yang sedang menikmati pilihannya. Dan adakalanya juga manusia memilih kebaikan (ketakwaan) dalam kehidupannya agar ia mampu bertahan hidup pula.
Ilham ini kemudian akan dirasakan oleh manusia terhadap apa yang dipilihnya. Akan tetapi pilihan tersebut ada konsekwensinya.
“Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (Q.s.  91:9-10)
Esensi manusia adalah berfikir, merasakan dan punya keimanan. Hal tersebut merupakan kesempurnaan manusia sebagai makhluk yang di ciptakan oleh Allah, yang berbeda jauh dengan makhluk-makhluk lainnya. Maka eksistensi manusia akan jelas dalan kehidupannya karena harus memilih sesuatu itu dengan kesempurnaan dirinya. Entah itu memilih baik maupun buruk.
Namun sejatinya potensi yang sempurnah bagi manusia adalah ia harus memilih kebaikan (ketakwaan). Sebab ketakwaan inilah yang kemudian menghantarkan manusia pada derajat yang tinggi yakni kemuliaan.
Contoh misalnya para Nabi, para Rosul, sahabat-sahabat Nabi, wali-wali dan para pejuang yang selalu Istiqomah di jalan Allah. Sehingga masih dirasakan kehadirannya dalam kehidupan kita meski jasadnya sudah di telang bumi. 
Tapi jiwa ketakwaan masih dirasakan bagi manusia.
Tapi kadang manusia tak memperhatikannya. Ada (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kalian tak memperhatikannya? (Q.s. 51:21) sehingga potensi terpendam.
Itulah sebabnya Akbar Zainuddin (2013:113) dengan metafora dalam bukunya Man Jadda Wajadda, the art of excellent lif bahwa terkadang, potensi yang kita miliki terpendam, tidak saja tertutupi oleh berbagai kondisi dan kelemahan yang kita miliki, tetapi terkadang tertutupi jauh kedalaman sebagaimana butiran emas yang tertimbung di tanah. Tanpa usaha untuk menggali dan menambang, emas tersebut tidak berbeda dengan tanah dan debu-debu yang lain. Tetapi bagi sebagian orang yang memahami potensi yang ada pada sebuah tanah yang mengandung emas, tanah tersebut tidak ternilai harganya. Dengan keahlian memilah dan menambang, mereka menemukan butiran emas yang sangat berharga diantara tanah.
Oleh karena itu, potensi manusia yang di milikinya harus digali agar apa yang dipilihnya ini berharga bagi dirinya sendiri maupun bagi orang di sekitarnya. Dan tidak menutup kemungkinan kita akan menjadi manusia yang mulia.
Penulis: Ahmad
Jabatan: Pengurus DPP SEMMI 2017-2019

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *